Melanjutkan dongeng minggu lalu, saat subprime menjadi pemicu goncangan di pasar uang dan pasar modal dengan nilai kerugian yang sangat besar, para spekulan (penjudi berdasi) yang ditimpa kerugian hingga bersimbah darah tidak kehilangan akal. Mereka sudah mengincar ‘meja judi’ yang baru untuk memuaskan kerakusan mereka akan harta dengan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya walaupun harus berdiri di atas penderitaan orang banyak.
Celakanya, ‘meja judi’ yang baru bukanlah kertas (surat berharga) yang hanya dimiliki oleh segelintir orang atau badan usaha, yang jika ‘meledak’ hanya akan merugikan para pihak yang ‘memegang’ kertas itu saja dan tidak akan menyeret pihak lain yang tidak tahu apa-apa. Namun dalam hal ini, mereka telah masuk ke domain yang secara langsung berimbas kepada sendi-sendi kehidupan masyarakat luas di seluruh dunia dengan mempermainkan komoditi.
Celakanya, ‘meja judi’ yang baru bukanlah kertas (surat berharga) yang hanya dimiliki oleh segelintir orang atau badan usaha, yang jika ‘meledak’ hanya akan merugikan para pihak yang ‘memegang’ kertas itu saja dan tidak akan menyeret pihak lain yang tidak tahu apa-apa. Namun dalam hal ini, mereka telah masuk ke domain yang secara langsung berimbas kepada sendi-sendi kehidupan masyarakat luas di seluruh dunia dengan mempermainkan komoditi.
Sugguh tega, gak tanggung-tanggung komoditi yang mereka pilih adalah komoditi penting yang seharusnya dijaga dari tangan para spekulan. Mereka memilih minyak mentah sebagai ‘dadu permainan’ yang siap dilemparkan di ‘meja judi’. Di tengah penderitaan masyarakat internasional khususnya masyarakat menengah ke bawah, para perusak ekonomi ini meraup untung ratusan milyar dollar AS dari perekayasaan harga minyak mentah dunia di bursa komoditas. Akibatnya harga komoditas paling penting ini mengalami lonjakan luar biasa yang sulit diterima akal sehat.
Apakah pernah terfikir oleh Anda akan adanya kejanggalan dalam pergerakan harga crude oil? Saya masih ingat tahun 2004-2005 waktu menangani proyek di salah satu lapangan minyak di Prabumulih, harga crude oil saat itu berada dalam kisaran 30-40 dollar AS per barell. Dengan harga itu pun perusahaan minyak sudah bisa surplus, dan karena harga crude oil bagus banyak lapangan minyak yang sudah tua yang dulu sempat ditutup -karena dinilai tidak memenuhi skala ekonomis untuk ditambang- kembali diaktifkan. Lalu harga minyak bergerak naik, dan terus naik hingga sempat mencapai angka 120 dollar AS per barell di kuartal I tahun 2008.
Kalau boleh mundur sedikit ke belakang, kembali ke bulan Mei-Juli 2008 dan kita jeli sedikit saja, harga komiditi -minyak- yang bergerak dan melonjak naik adalah harga untuk future contract yang mencapai 120 dollar AS per barel itu. Future contract adalah transaksi yang harganya ditentukan saat ini sedangkan transaksi barangnya dikirimkan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, di bulan April 2008 media-media sudah memberitakan harga minyak brent atau light sweet atau jenis crude oil yang lain untuk pengiriman Juni 2008 adalah ...sekian.... per barrel. Pemberitaan itu dengan jelas menginformasikan bahwa harga tersebut adalah harga future contract, sedangkan di spot-contract (transaksi di hari berjalan/transaksi saat itu) harganya lebih realistis (lebih murah).
Mengapa demikian? Mengapa harga spot lebih murah dari harga future? Karena adanya ketidakpastian masa depan! Dan ketidakpastian inilah yang dimanfaatkan oleh para spekulan sebagai celah untuk mengeruk keuntungan.
Karena minyak adalah komoditi yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan energi dunia, banyak pihak yang berkepentingan saling berlomba untuk mengamankan pasokan minyaknya di masa depan. Namun mereka tidak dapat memastikan seperti apa permintaan untuk 3 bulan mendatang. Mereka tidak tahu dengan pasti seberapa banyak permintaan akan naik dan sepertinya agak mustahil jika turun. Juga tidak tahu berapa harga minyak di 3 bulan mendatang, akankah turun atau naik. Karena adanya ketidakpastian itulah para pembeli berani membayar lebih mahal sebagai kompensasi atas resiko. Dengan forward contract setidaknya pembeli akan merasa lebih aman karena terhindar dari kerugian yang lebih besar. Misalnya harga sekarang 100, lebih baik membeli lebih mahal sekarang diangka 110 untuk pengiriman 3 bulan mendatang, daripada membeli nanti 3 bulan lagi saat harga ternyata mencapai angka 125, itu pun dengan kondisi ketersediaan pasokan barang yang belum tentu ada. Bila ternyata 3 bulan kemudian harga turun sepertinya terlihat rugi, namun tidak demikian, yang diamankan disini adalah kontinuitas pasokan.
Sayangnya, spekulan juga mencium peluang tersebut. Niat tulus para pelaku bisnis untuk mengendalikan resiko justru dimanfaatkan spekulan. Adanya rentang waktu 3 bulan bisa dimanfaatkannya untuk bermain dadu di komoditi berjangka. Hasilnya, dalam waktu 3 bulan dokumen minyak dapat diperjual-belikan dan dipindahtangankan berkali-kali ke banyak pihak, sudah tentu nilainya juga akan turut menggelembung. Masih ingatkah dengan contoh transaksi pisang yang dulu sempat dijelaskan?
Jika kita ingat-ingat pelajaran ekonomi di SMA tentang hukum permintaan dan penawaran, dimana harga akan naik jika permintaan naik dengan penawaran yang tetap atau turun, maka patut kita bertanya apakah pergerakan harga minyak yang (sempat) naik fantastis ini memang benar-benar berasal dari tingginya tingkat permintaan? Atau hanya berasal dari tingkah laku dan ulah para spekulan yang tidak bertanggung jawab yang membuat permintaan seolah-olah naik untuk menaikkan harga?
Tidak masalah jika harga minyak merangkak naik apabila memang murni disebabkan oleh hukum permintaan-penawaran, karena pasar secara dinamis pasti dengan sendirinya akan mencari titik keseimbangannya (equilibrium), disamping naiknya harga minyak ini akan menghasilkan multiplier effect yang menggerakkan sektor perekonomian lainnya. Berbeda halnya jika harga naik disebabkan permintaan yang semu, sektor riil tidak akan bergerak dan titik keseimbangan tidak akan tercapai.
Kembali ke pertanyaan, apakah benar harga minyak yang (sempat) naik itu disebabkan kerena hukum permintaan-penawaran atau justru ada ulah para spekulan?
Jawabannya bisa anda renungkan sendiri:
Saat perekonomian dunia morat-marit dan kondisi di sektor-sektor industri lainnya sedang lesu, justru minyak malah booming dengan harga selangit. Seolah-olah semua sarana produksi, industri-industri, dan konsumsi energi rumah tangga (yang semuanya merepresentasikan sisi permintaan) juga meningkat dan mengalami booming.
Kenyataan ini mejelaskan kepada kita semua, bahwa perkembangan harga minyak mentah sudah tidak sesuai lagi dengan mekanisme supply dan demand riil. Sebagaimana yang dikatakan Sekjen OPEC, harga minyak melambung disebabkan oleh permainan spekulasi di bursa komoditas dan menurunnya nilai mata uang dollar Amerika.
Saat perekonomian dunia morat-marit dan kondisi di sektor-sektor industri lainnya sedang lesu, justru minyak malah booming dengan harga selangit. Seolah-olah semua sarana produksi, industri-industri, dan konsumsi energi rumah tangga (yang semuanya merepresentasikan sisi permintaan) juga meningkat dan mengalami booming.
Kenyataan ini mejelaskan kepada kita semua, bahwa perkembangan harga minyak mentah sudah tidak sesuai lagi dengan mekanisme supply dan demand riil. Sebagaimana yang dikatakan Sekjen OPEC, harga minyak melambung disebabkan oleh permainan spekulasi di bursa komoditas dan menurunnya nilai mata uang dollar Amerika.
Disisi lain, karena harga minyak yang gak karuan, biaya produksi menjadi mahal, begitu pula dengan transportasi sehingga harga barang-barang pun ikut naik. Sedangkan disaat yang sama sektor riil tidak turut bergerak yang artinya daya beli masyarakat tidak ikut naik, sehingga harga barang-barang semakin tidak terjangkau dan pada akhirnya hidup rakyat jelata semakin terasa berat.
Apakah efek dari tangan para spekulan ini berhenti sampai disini? Tidak ! Dongeng belum selesai....
Mari kita renungkan, jika kita lihat sekarang harga crude oil sudah turun menjadi 50-an dollar AS per barrel, padahal tidak lama berselang, beberapa bulan lalu harganya mencapai 120 dollar untuk satuan unit yang sama. Apakah tidak janggal? Jika memang benar beberapa bulan lalu naiknya harga crude oil sampai mencapai titik yang tertinggi dalam sejarah itu semata-mata disebabkan karena hukum supply-demand, mengapa sekarang anjloknya sangat drastis ?!?! Seperti halnya dulu naiknya pun sangat drastis.
Ini komoditi Bung ! Bukan saham yang naik-turun secara drastis. Setidaknya dalam kondisi krisis seperti ini, dan harga minyak turun drastis, mudah-mudahan dunia sadar dengan apa yang terjadi, dan esok harinya terbangun dengan sebuah pertanyaan: 'ada apa dengan semua ini?' Mungkinkah harga minyak saat ini adalah harga yang mencerminkan hukum supply-demand yang sesungguhnya?
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.". Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. [Al-Baqarah : 11-12]
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.". Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. [Al-Baqarah : 11-12]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar