Tampilkan postingan dengan label gharar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gharar. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 November 2008

SHORT SELLING BIANG KELADINYA

Setelah mengetahui beberapa transaksi yang tidak boleh dilakukan di Islamic Capital Market, kini saya ingin memperkenalkan salah satu transaksi yang menjadi fenomena karena mengguncang dan merontokkan bursa saham dunia. Transaksi itu dikenal dengan istilah short selling, di Indonesia biasa disingkat dengan nge-short. Para spekulan dan oportunis justru senang dengan kondisi krisis seperti ini, bagaikan memancing di air keruh, terlintas dalam pikirannya “Krisis gini enaknya nge-short..”

Adalah Simon Cawkwell, saat krisis finansial seperti ini menerpa, dia justru bisa mengambil untung hingga 250.000 pounds atau sekitar US$ 550 ribu / Rp.5 miliar hanya dalam waktu 1 jam. Tindakannya dalam memanfaatkan situasi krisis seperti inilah yang menyebabkan dia juluki sebagai “King of the Short Sellers”. [detik.com]

Berikut kutipan pemikirannya yang bersumber dari detik.com:
"Saya cinta krisis karena itulah masa orang-orang menjadi bodoh," ujarnya sambil menyeringai lebar.

"Saya selalu menyukai pasar yang bergerak cepat, karena kebodohan-kebodohan semakin sering membuat kesalahan, jadi saya siap untuk mengambil untung dari itu," tambahnya lagi seperti dikutip dari AFP, Jumat (17/10/2008).

"Saya mungkin akan meraup untuk 3 juta poundsterling tahun ini," ujarnya dengan pede.

Cawkwell kini tinggal disebuah flat mewah di distrik South Kensington, London yang juga dijadikannya sebagai kantor. Dengan 4 layar komputer, Ia memantau langsung pergerakan saham-saham sekaligus membuat prediksi yang meyakinkan.

Tingkah laku Cawkwell mendapat kecaman dari berbagai pihak karena dia disebut-sebut sebagai seorang penjudi sejati melalui pertaruhan di pasar saham.

Short selling adalah transaksi jual saham yang dilakukan oleh seseorang di bursa meskipun dia tidak memiliki saham tersebut. Perilaku tersebut adalah salah satu penyebab menjadi semakin ambruknya pasar saham belakangan ini. Sejumlah negara, termasuk Inggris pun sempat melarang aksi short selling ini.

Dalam Islamic Capital Market, sudah jelas short selling adalah salah satu hal yang dilarang. Secara syariah menjual sesuatu yang tidak dimiliki membuat transaksi batal dengan sendirinya, karena tidak terpenuhinya dua syarat jual-beli yaitu adanya penjual dan barang.

Bagaimana short selling dapat merontokkan pasar?
yaitu dengan menyuntikkan gharar yang bisa memanipulasi pasar. Saat seseorang nge-short, timbul informasi seolah memang benar ada para pemilik saham yang ingin menjual sahamnya (padahal tidak seperti itu). Sentimen seperti ini, terutama saat krisis akan dengan mudah memprovokasi pemilik saham lain untuk melakukan aksi yang sama, yaitu menjual sahamnya dengan tujuan –yang tulus atau lebih tepatnya polos karena diperdaya- untuk mencegah kerugian capital gain yang lebih besar. Karena aksi jual saham ini dilakukan secara berbondong-bondong, dengan sendirinya nilai saham tersebut anjlok. Saat nilai saham anjlok ke posisi yang ditentukan, barulah si pelaku short selling masuk ke pasar memborong saham-saham yang dilepas pemiliknya dengan harga yang sangat murah. Aksinya memborong saham tak bertuan dalam jumlah banyak ini, mendongkrak nilai saham yang semula tidak berharga menjadi cukup mahal. Sentimen ini membuat seolah pasar sudah membaik dan saham tersebut kembali menjadi incaran para investor. Saat sahamnya laris manis itulah si pelaku menjual sahamnya, dan mendapatkan untung besar dari capital gain.

Yang perlu diingat, transaksi tersebut dilakukan dalam waktu singkat sehingga banyak orang harus segara memutuskan jual atau beli. Di tengah kepanikan karena krisis seperti sekarang ini, banyak orang menjadi tidak rasional dan tidak dapat berfikir jernih dan panjang. Bayangkan untung Rp.5 miliar hanya dalam waktu 1 jam ??

Pertanyaannya adalah, apakah transaksi short selling itu terhormat? Apakah itu membawa pengaruh yang baik bagi pasar? Tentu tidak, pemerintah Inggris tempat Simon Cawkwell tinggal jelas melarang short selling dilakukan.

Apakah si pelaku benar-benar bermodal? Tidak, dia hanya modal ngomong bahwa dia punya barang mau dijual.

Apakah untung itu benar-benar nyata? Untuk si pelaku ya, tapi untuk pasar secara keseluruhan itu adalah keuntungan semu, karena keuntungan si pelaku di satu sisi telah menyebabkan kerugian banyak orang di pihak lain dengan nilai yang sepadan. Jika dijumlahkan, maka transaksi yang terjadi dipasar adalah NOL, sehingga itu adalah untung yang semu.

Satu lagi tabir kebenaran Islamic Finance terungkap dalam krisis ini. Apabila prinsip-prinsip Islamic Finance diterapkan, seperti dalam pasar modal, tentu sudah tidak ada lagi tempat bagi para pelaku short selling. Mind set setiap orang masuk ke bursa adalah untuk berinvestasi, sehingga bukan capital gain yang dia cari, bukan spekulasi yang ada dalam pikirannya, yang karena itu setiap orang tidak akan terprovokasi untuk melakukan aksi jual/beli akibat ulah si pelaku.
Anda setuju?

Jumat, 31 Oktober 2008

ISLAMIC INDEX, ISLAMIC CAPITAL MARKET

Untuk mewujudkan terciptanya kondisi pasar modal yang bebas dari MAGHRIB, para ahli syariah berhasil berijtihad, mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk menterjemahkan prinsip dan nilai syariah ke dalam bentuk produk keuangan kontemporer pasar modal yang dikenal dengan Islamic Index. Sejumlah batasan pun ditetapkan dalam membangun Islamic Capital Market (ICM).

Perusahaan yang listing (terdaftar) di bursa ICM bukan perusahaan yang bergerak di bidang yang dilarang atau diharamkan oleh syariah. Seperti peternakan babi dan makanan haram lainnya baik perusahaan yang memproduksi, mendistribusi, dan yang terkait dengan makanan haram tersebut. Begitu pula dengan usaha yang terkait dengan khamr (minuman keras, zat adiktif, narkotika, dan psikotropika lainnya), bahkan industri rokok.

Prinsip ini adalah yang paling penting, sehingga perusahaan yang terdaftar di ICM hanya perusahaan yang memiliki core business yang halal. Masyarakat/pemilik dana yang berniat berinvestasi di bursa ICM memperoleh kepastian bahwa mereka berinvestasi dengan cara yang halal, menghasilkan return dari usaha yang halal, sehingga akan menghadirkan ketenangan batin sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya.

Perusahaan yang sahamnya terdaftar di ICM bukan perusahaan yang usahanya dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas. Bukanlah usaha yang merusak lingkungan, seperti logging yang terkait dengan illegal logging dan pengundulan hutan, pertambangan yang membabi buta, dll. Sehingga saringan perusahaan untuk dapat terdaftar di ICM menjadi semakin ketat dengan disyaratkannya izin-izin atau sertifikat tertentu yang terkait dengan bidang usahanya masing-masing.

Perusahaan tersebut tidak bergerak dibidang yang berkaitan dengan tindakan asusila. Misalnya menyebarkan pornografi dan turunannya baik dalam bentuk media cetak atau elektronik seperti majalah, stasiun radio, televisi, produser film, dll. Di luar negeri, masih dapat ditemui perusahaan-perusahaan tersebut yang terdaftar di bursa.

Tidak pula berkaitan dengan usaha perjudian dan mengandung unsur riba. Seperti bank, asuransi, reksadana, perusahaan leasing/multifinance, atau institusi keuangan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem bunga (riba).

Tidak berkaitan dengan industri senjata yang ilegal dan berorientasi untuk pengembangan senjata pembunuh masal, apalagi jika jelas-jelas dijual/digunakan umtuk memerangi kaum muslimim.

Dengan ketentuan atau batasan tersebut, perusahaan-perusahaan yang sahamnya terdaftar di ICM bisa terdaftar di bursa konvensional, namun tidak berlaku sebaliknya.

Prinsip berikutnya adalah, bursa saham dibentuk sebagai media agar masyarakat dapat berinvestasi. Sehingga fungsinya harus dimurnikan dan dibebaskan dari unsur MAGHRIB (maisir, gharar, riba, dan batil) dengan cara menerapkan aturan-aturan dalam bertransaksi di bursa.

Karena fungsi awalnya sebagai alat berinvestasi, transaksi pasar modal harus dikembalikan sesuai dengan karakteristik investasi. Investasi identik dengan menanamkan modal secara jangka panjang ke suatu usaha, dan sebagai return pemilik modal memperoleh bagi hasil dari usaha tersebut. Sehingga masyarakat yang membeli saham suatu perusahaan berarti berinvestasi pada perusahaan tersebut sebagai pemilik/pemegang saham. Return atau bagi hasil yang diperoleh pemegang saham dari perusahaannya dikenal dengan deviden.

Pemahaman tersebut di atas akan menghindarkan ICM dari praktek maisir dan gharar seperti yang terjadi di bursa saham konvensional saat ini, dimana saham diperjualbelikan seperti layaknya komoditi yang mendorong maraknya spekulasi. Saham hanya dimiliki sesaat atau dalam jangka pendek saja, dan hanya untuk mengambil keuntungan dari capital gain semata dengan memanfaatkan volatilitas harga saham, lalu beralih dari satu saham perusahaan ke saham yang lain.....dimanakah esensi dari sebuah investasi? Apakah praktek seperti itu benar-benar dapat dikategorikan sebagai investasi? Apakah para pemilik modal yang seperti itu layak disebut investor?

Dengan dimurnikannya kembali fungsi pasar modal sesuai dengan karakteristik investasi yang memiliki tenor jangka panjang dan memperoleh deviden, maka dalam perspektif syariah ikut terjun ke bursa saham hanya untuk mengambil capital gain adalah dilarang, sehingga para pemilik surat berharga harus serius dengan keputusannya saat membeli saham suatu perusahaan untuk berinvestasi. Praktek pemilikan surat berharga secara jangka panjang sampai dengan jatuh tempo dikenal dengan istilah Hold to Maturity (HTM).

Prinsip HTM kental mewarnai transaksi-transaksi surat berharga dalam islamic finance sehingga bagi hasil/deviden-lah yang diperoleh, bukan capital gain. Secara syariah prinsip HTM dipadankan dengan pengelolaan likuiditas, sehingga tetap fleksibel dengan diperbolehkannya menjual/melepas kepemilikan surat berharga sebelum jatuh tempo, namun bukan dengan alasan untuk memperoleh capital gain, tetapi untuk keperluan likuiditas.

Penjelasan diatas telah membebaskan pasar modal dari 3 komponen MAGRHIB, membebaskannya dari maisir, gharar, dan riba. Adapun batil, sebagai komponen terakhirnya telah dilarang tegas dalam Al-Quran:
“Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka (saling ridha) di antara kamu,…” [An-Nisa’ : 29]
“…kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [Al-Baqarah: 279].

Dalam pasar modal, cara-cara yang batil antara lain:
1. Melakukan penawaran palsu untuk menaikan harga saham (Najsy).
2. Melakukan penjualan atas barang (surat berharga) yang belum dimiliki (short selling / Bai’ al-ma’dum)
3. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi
4. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi
5. Penumpukan, yaitu melakukan pembelian/pengumpulan surat berahrga untuk menyebabkan perubahan harga, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain (Ihtikar).
6. dll

[Al-Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo, Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa MUI]

Semoga cukup jelas perbedaannya, HTM Vs trading saham dan deviden Vs capital gain disertai pembatasan terhadap cara-cara transaksi. Pada kesempatan yang lain, akan kita bahas mengenai keuntungan/kerugian dari suatu transaksi jual beli saham. Apakah benar capital gain itu menguntungkan, atau hanya keuntungan semu di atas kertas?

Dan tahukah Anda, terlepas dari sistem hidup yang dianutnya, Warren Buffet, orang terkaya di dunia yang mengalahkan Bill Gates Sang Kasiar Microsoft, secara tidak sadar telah menerapkan prinsip-prinsip syariah selama bertahun-tahun dalam berinvestasi di pasar modal, hingga pada akhirnya berhasil menghantarkannya menjadi orang terkaya di jagad ini.
Dia tidak mempraktekan jual-beli saham untuk memperoleh keuntungan sesaat dari capital gain seperti orang pada umumnya, namun dia mengelola saham-sahamnya untuk jangka waktu yang panjang, tanpa tergoda untuk menjualnya saat harga naik, dan tanpa takut menderita kerugian yang lebih besar dengan tetap menahan sahamnya dalam genggaman saat harga saham turun. Karena dia adalah seorang investor hebat bukan spekulan, dia sangat paham akan volatilitas harga saham yang bisa naik turun akibat ulah para oportunis yang memanfaatkan orang lain.

Kamis, 30 Oktober 2008

PULIHKAN DISTORSI DI PASAR MODAL

Saat ini transaksi saham dalam bursa ataupun transaksi dalam surat berharga lainnya sudah menjadi suatu kebutuhan ditengah kecanggihan teknologi dan era keterbukaan informasi. Di berbagai negara pasar modal berkembang dengan pesat, bursa-bursa didirikan, pialang-pialang saham bermunculan, para fund manager menjadi gemuk karena ketiban bisnis untuk mengelola dana para investor yang percaya dengan keahliannya.
Para pemilik dana tertarik menjadi investor, diikuti para oknum dan spekulan yang juga tidak luput bermunculan bermain di bursa saham. Skema-skema transaksi semakin lama semakin canggih, hingga pada akhirnya transaksi di bursa bagaikan kacang lupa pada kulitnya, bisa berjalan sendiri bahkan terbang meninggalkan transaksi sebenarnya di sektor riil. Hingga akhirnya transaksi di bursa menjadi tidak lebih dari sekedar aktivitas memperjualbelikan kertas, dan menjadi ajang yang volatile, penuh ketidakpastian, manipulasi, spekulasi, dan lebih mirip arena pertaruhan di Las Vegas daripada wahana berinvestasi.

Investasi bisa dalam bentuk tanah dan properti, namun sifatnya tidak likuid (sulit untuk diuangkan) karena cukup sulit untuk menjual tanah atau properti dalam waktu singkat.

Alternatif lain berinvestasi dengan membeli emas, namun harga emas cukup mahal dan diperlukan media penyimpanan yang aman, selain menjual emas dalam jumlah banyak juga membutuhkan effort.

Atau berinvestasi dengan membuka usaha disertai segala resiko yang ada hingga gulung tikar.

Investasi dapat juga berupa deposito, namun tingkat return nya ya segitu-gitu aja, disamping deposito juga tidak luput dari resiko karena nilai penjaminan dari LPS ada batasnya. Kelebihannya deposito likuid karena gampang diuangkan.

Untuk yang lebih berani, dapat menempatkan dananya dalam bentuk reksadana dengan tingkat return dan resiko yang lebih tinggi dari deposito, dan tetap likuid.

Disamping itu, investasi bisa ditempatkan dalam bentuk saham yang potensi returnnya lebih tinggi dari deposito dan reksadana, begitu pula dengan resikonya. Karena sifat saham yang memiliki tingkat return yang tinggi dan likuid, serta nilai investasi yang dapat disesuaikan dengan budget yang ada di gocek masing-masing, maka pasar modal atau saham dinilai sebagai alat investasi yang banyak membuat orang tertarik.

Hal yang paling mendasar adalah saham atau pasar modal dibuat sebagai media/alat investasi, bukan diciptakan untuk spekulasi, jadi mengapa alat investasi yang ‘netral’ itu terseret ke dalam ketidakpastian dan maraknya praktek spekulasi? Sehingga sedikit demi sedikit fungsi pasar modal telah terdistorsi, dan diperlukan upaya untuk memulihkannya kembali ke fungsi sebenarnya.

Dalam perspektif syariah ketidakpastian dan manipulasi dikategorikan sebagai gharar, sedangkan spekulasi, perjudian atau pertaruhan dikategorikan sebagai maisir. Tuntutan pasar akan kebutuhan bertransaksi di bursa atau surat berharga dan tekad untuk mengembalikan fungsi pasar modal menjadi yang seharusnya, telah mendorong para ahli dibidang syariah di dunia untuk menggali prinsip dan sistem nilai syariah untuk menciptakan produk pasar modal yang terbebas dari unsur MAGHRIB (maisir, gharar, riba, dan batil) yang best practise-nya dikenal dengan Islamic Index.

Dengan karakteristiknya yang mencoba memurnikan alat dan media investasi ke posisi yang seharusnya, Islamic Capital Market (ICM) atau pasar modal yang berbasis syariah mencoba eksis melawan main stream ditengah kondisi dunia pasar modal yang dikenal saat ini. Karena ICM seperti halnya produk-produk islamic finance lainnya tergolong baru dikembangkan dalam satu dekade terakhir, mungkin perbedaan yang mencolok antara dua sistem pasar modal baru dapat dirasakan hasilnya dan dibandingkan keunggulannya dalam kurun waktu satu dekade mendatang.