Jumat, 31 Oktober 2008

ISLAMIC INDEX, ISLAMIC CAPITAL MARKET

Untuk mewujudkan terciptanya kondisi pasar modal yang bebas dari MAGHRIB, para ahli syariah berhasil berijtihad, mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk menterjemahkan prinsip dan nilai syariah ke dalam bentuk produk keuangan kontemporer pasar modal yang dikenal dengan Islamic Index. Sejumlah batasan pun ditetapkan dalam membangun Islamic Capital Market (ICM).

Perusahaan yang listing (terdaftar) di bursa ICM bukan perusahaan yang bergerak di bidang yang dilarang atau diharamkan oleh syariah. Seperti peternakan babi dan makanan haram lainnya baik perusahaan yang memproduksi, mendistribusi, dan yang terkait dengan makanan haram tersebut. Begitu pula dengan usaha yang terkait dengan khamr (minuman keras, zat adiktif, narkotika, dan psikotropika lainnya), bahkan industri rokok.

Prinsip ini adalah yang paling penting, sehingga perusahaan yang terdaftar di ICM hanya perusahaan yang memiliki core business yang halal. Masyarakat/pemilik dana yang berniat berinvestasi di bursa ICM memperoleh kepastian bahwa mereka berinvestasi dengan cara yang halal, menghasilkan return dari usaha yang halal, sehingga akan menghadirkan ketenangan batin sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya.

Perusahaan yang sahamnya terdaftar di ICM bukan perusahaan yang usahanya dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas. Bukanlah usaha yang merusak lingkungan, seperti logging yang terkait dengan illegal logging dan pengundulan hutan, pertambangan yang membabi buta, dll. Sehingga saringan perusahaan untuk dapat terdaftar di ICM menjadi semakin ketat dengan disyaratkannya izin-izin atau sertifikat tertentu yang terkait dengan bidang usahanya masing-masing.

Perusahaan tersebut tidak bergerak dibidang yang berkaitan dengan tindakan asusila. Misalnya menyebarkan pornografi dan turunannya baik dalam bentuk media cetak atau elektronik seperti majalah, stasiun radio, televisi, produser film, dll. Di luar negeri, masih dapat ditemui perusahaan-perusahaan tersebut yang terdaftar di bursa.

Tidak pula berkaitan dengan usaha perjudian dan mengandung unsur riba. Seperti bank, asuransi, reksadana, perusahaan leasing/multifinance, atau institusi keuangan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem bunga (riba).

Tidak berkaitan dengan industri senjata yang ilegal dan berorientasi untuk pengembangan senjata pembunuh masal, apalagi jika jelas-jelas dijual/digunakan umtuk memerangi kaum muslimim.

Dengan ketentuan atau batasan tersebut, perusahaan-perusahaan yang sahamnya terdaftar di ICM bisa terdaftar di bursa konvensional, namun tidak berlaku sebaliknya.

Prinsip berikutnya adalah, bursa saham dibentuk sebagai media agar masyarakat dapat berinvestasi. Sehingga fungsinya harus dimurnikan dan dibebaskan dari unsur MAGHRIB (maisir, gharar, riba, dan batil) dengan cara menerapkan aturan-aturan dalam bertransaksi di bursa.

Karena fungsi awalnya sebagai alat berinvestasi, transaksi pasar modal harus dikembalikan sesuai dengan karakteristik investasi. Investasi identik dengan menanamkan modal secara jangka panjang ke suatu usaha, dan sebagai return pemilik modal memperoleh bagi hasil dari usaha tersebut. Sehingga masyarakat yang membeli saham suatu perusahaan berarti berinvestasi pada perusahaan tersebut sebagai pemilik/pemegang saham. Return atau bagi hasil yang diperoleh pemegang saham dari perusahaannya dikenal dengan deviden.

Pemahaman tersebut di atas akan menghindarkan ICM dari praktek maisir dan gharar seperti yang terjadi di bursa saham konvensional saat ini, dimana saham diperjualbelikan seperti layaknya komoditi yang mendorong maraknya spekulasi. Saham hanya dimiliki sesaat atau dalam jangka pendek saja, dan hanya untuk mengambil keuntungan dari capital gain semata dengan memanfaatkan volatilitas harga saham, lalu beralih dari satu saham perusahaan ke saham yang lain.....dimanakah esensi dari sebuah investasi? Apakah praktek seperti itu benar-benar dapat dikategorikan sebagai investasi? Apakah para pemilik modal yang seperti itu layak disebut investor?

Dengan dimurnikannya kembali fungsi pasar modal sesuai dengan karakteristik investasi yang memiliki tenor jangka panjang dan memperoleh deviden, maka dalam perspektif syariah ikut terjun ke bursa saham hanya untuk mengambil capital gain adalah dilarang, sehingga para pemilik surat berharga harus serius dengan keputusannya saat membeli saham suatu perusahaan untuk berinvestasi. Praktek pemilikan surat berharga secara jangka panjang sampai dengan jatuh tempo dikenal dengan istilah Hold to Maturity (HTM).

Prinsip HTM kental mewarnai transaksi-transaksi surat berharga dalam islamic finance sehingga bagi hasil/deviden-lah yang diperoleh, bukan capital gain. Secara syariah prinsip HTM dipadankan dengan pengelolaan likuiditas, sehingga tetap fleksibel dengan diperbolehkannya menjual/melepas kepemilikan surat berharga sebelum jatuh tempo, namun bukan dengan alasan untuk memperoleh capital gain, tetapi untuk keperluan likuiditas.

Penjelasan diatas telah membebaskan pasar modal dari 3 komponen MAGRHIB, membebaskannya dari maisir, gharar, dan riba. Adapun batil, sebagai komponen terakhirnya telah dilarang tegas dalam Al-Quran:
“Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka (saling ridha) di antara kamu,…” [An-Nisa’ : 29]
“…kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [Al-Baqarah: 279].

Dalam pasar modal, cara-cara yang batil antara lain:
1. Melakukan penawaran palsu untuk menaikan harga saham (Najsy).
2. Melakukan penjualan atas barang (surat berharga) yang belum dimiliki (short selling / Bai’ al-ma’dum)
3. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi
4. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi
5. Penumpukan, yaitu melakukan pembelian/pengumpulan surat berahrga untuk menyebabkan perubahan harga, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain (Ihtikar).
6. dll

[Al-Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo, Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa MUI]

Semoga cukup jelas perbedaannya, HTM Vs trading saham dan deviden Vs capital gain disertai pembatasan terhadap cara-cara transaksi. Pada kesempatan yang lain, akan kita bahas mengenai keuntungan/kerugian dari suatu transaksi jual beli saham. Apakah benar capital gain itu menguntungkan, atau hanya keuntungan semu di atas kertas?

Dan tahukah Anda, terlepas dari sistem hidup yang dianutnya, Warren Buffet, orang terkaya di dunia yang mengalahkan Bill Gates Sang Kasiar Microsoft, secara tidak sadar telah menerapkan prinsip-prinsip syariah selama bertahun-tahun dalam berinvestasi di pasar modal, hingga pada akhirnya berhasil menghantarkannya menjadi orang terkaya di jagad ini.
Dia tidak mempraktekan jual-beli saham untuk memperoleh keuntungan sesaat dari capital gain seperti orang pada umumnya, namun dia mengelola saham-sahamnya untuk jangka waktu yang panjang, tanpa tergoda untuk menjualnya saat harga naik, dan tanpa takut menderita kerugian yang lebih besar dengan tetap menahan sahamnya dalam genggaman saat harga saham turun. Karena dia adalah seorang investor hebat bukan spekulan, dia sangat paham akan volatilitas harga saham yang bisa naik turun akibat ulah para oportunis yang memanfaatkan orang lain.

Tidak ada komentar: