Jumat, 10 Oktober 2008

TOLOOONG....DOLLAR DOLLAR....

Benua biru Eropa dan AS sedang mati-matian untuk mempertahankan likuiditas. Penyandang dana atau investor di negeri mereka yang merasa tidak aman akan menarik dananya dan memindahkanya ke tempat dan atau kedalam bentuk/instrumen lain yang dirasa lebih aman. Investor di bursa saham yang sedang kacau berbondong-bondong menjual sahamnya untuk menghindari kerugian yang lebih besar, kemudian mengkonversikannya ke dalam bentuk lain dengan membeli reksa dana, obligasi pemerintah, instrumen lainnya, atau emas, bahkan memindahkan dananya ke negara yang dinilai beriklim lebih kondusif.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah negara setempat harus turun tangan. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah AS. Mereka harus meng-injeksikan ‘darah segar’ berupa dana yang amat besar hingga mencapai USD 700 miliar agar likuiditas yang beredar tetap aman, belum lagi memberikan bailout (talangan) ke perusahaan-perusahaan yang sedang colapse. Selain berupaya mempertahankan likuiditas dari dalam negeri seperti tersebut di atas, mereka juga gencar mencari likuditas dari luar untuk masuk ke negerinya. Jika likuiditas tidak terpecahkan, raksasa-raksana dunia itu terancam mati lemas karena kurang darah.

Namun ironis memang, masing-masing negara tersebut sama-sama mempertahankan dan berlomba mencari likuditas, tentunya akan terjadi perebutan dan persaingan. Kondisi negara-negara tersebut ibarat beberapa orang sahabat yang masing-masing dilanda masalah financial.
Si A butuh uang untuk bayar kontrakan yang sebentar lagi mau habis jika tidak harus hengkang dari rumah yang ditempatinya sekarang.
Si B sedang kelimpungan ditagih hutang oleh kartu kredit.
Si C butuh uang untuk mengobati penyakit kronisnya.
Si D butuh duit buat bayar sekolah anaknya.
Sementara si E lagi pusing tujuh keliling karena kendaraan yang seharunya beberapa bulan lagi lunas dari leasing, udah nunggak 2 bulan yang kalo nungak 1x lagi kepaksa di-jabel.

Si A s/d E awalnya adalah sahabat yang sangat akrab, seringkali saling membantu satu sama lain. Tapi dalam kondisi seperti itu, boro-boro bisa ngasih atau nolongin orang lain tapi semua berpikir untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.

Pertanyaannya sekarang, tatkala AS dan Eropa sedang kesulitan menjerit-jerit mencari dollar seperti layaknya lima sahabat tadi, mengapa Indonesia masih saja mencari dana ‘bantuan’ kesana?

Jika pun pada akhirnya diantara mereka ada yg bersedia ‘membantu’ memberi ‘soft’ loan, apakah logis mereka menyelamatkan orang lain lebih dulu? Sudah pasti ada udang- eh maaf, ada serigala di balik batu.

Mengapa kita tidak melirik ke negeri onta, yang kaya akan minyak dan banyak duit pula? dan tampaknya dengan krisis ini mereka adem ayem aja, bahkan Dubai malah mau bangun menara setingi 1 Km ! Tapi kuncinya mereka tidak akan mau bertransaksi jika petro dollarnya yang berlimpah tidak dikelola sesuai prinsip syariah ! itu pula sebabnya, mengapa lima sahabat tadi tidak bisa membeli hati raja-raja dari negeri onta untuk mengalirkan likuiditasnya kesana.

Jadi siapakah yang paling berpeluang untuk dapat mengelola petro dollar tersebut? Cukup terbayang potensi besyarnya islamic finance bukan? islamic finance bukan hanya omong kosong !

Tidak ada komentar: