Krisis yang terjadi di tahun 2008 ini mulai mengubah peta perekonomian dunia. Dunia yang sudah diwarnai rontoknya komunisme yang diikuti dengan runtuhnya kapitalisme, sebentar lagi akan tampil dengan wajah barunya. Kita harapkan semoga akan menjadi lebih baik.
Siapa yang akan menguasai dunia setelah ini, adalah yang terpandai dalam memanfaatkan peluang.
Salah satu-nya adalah dengan mengetahui dimana pundi-pundi kekayaan berada, mampu menariknya, kemudian memanfaatkannya untuk kemakmuran.
Timur tengah yang kaya akan minyak sebagai sumber energi utama yang menjadi kebutuhan dasar negara-negara di dunia menjadi makmur karenanya, dan dapat menyulap gurun pasir yang tandus menjadi negara yang memiliki kota paling modern saat ini. Ambil contoh Mecca, Medina, Jedda, Kuwait, Bahrain, Abu Dhaby, Dubai, dll.
Dengan menjual minyaknya mereka memperoleh dollar yang berlimpah, yang dikenal dengan istilah petro-dollar. Konon jumlahnya mencapai milliar bahkan triliunan dollar. Bayangkan, Osama bin Laden -musuh utama AS- yang hanya seorang diri itu saja memiliki kekayaan pribadi lebih dari 300 juta dollar, belum lagi Bin Laden Corporation, dll.
Tentunya tidak dipungkiri bahwa saat ini salah satu kawasan paling kaya dan likuid adalah Timur Tengah. Namun dapat diingat bahwa, tidaklah mudah untuk menarik perhatian pemilik petro dollar itu, karena salah satu syaratnya adalah dana tersebut harus dapat dikelola secara syariah, atau terkait dengan transaksi-transaksi keuangan yang berdasarkan prinsip syariah.
Tak ayal, bukan hanya negeri muslim atau yang mayoritas muslim saja yang jelas-jelas berkomitmen untuk mengembangkan islamic finance sesuai keyakinan yang dianutnya yang ber-ijtihad mengembangkan kreativitas dan segala daya upaya untuk menerjemahkan prinsip-prinsip di zaman kenabian kedalam wujud aktual, aplikatif, dan praktis di dunia saat ini; tapi juga banyak dari kalangan barat yang sepertinya sih tidak ada kaitan dengan keyakinan yang dianutnya, turut mengadopsi prinsip islamic finance tersebut, menciptakan produk-produk keuangan semata-mata hanya kepentingan bisnis agar dapat menarik dan mengelola dana tersebut.
Memang sah sah saja sih dan juga ada manfaatnya AS, Inggris, Singapura menjadi pusat-pusat penelitian dan pengembangan islamic finance, padahal mereka bukan muslim. Bahkan mereka para ahli di Harvard mengakui bahwa prinsip islamic finance lebih fair dan logis dari ekonomi konvensional saat ini. Dari tangan mereka juga lahir literatur-literatur islamic finance yang menjadi rujukan saat ini dan cukup banyak dan beragam baik membahas mengenai ekonomi makro, mikro, perbankan, pasar uang, pasar modal forex dll. Dari situ pula akhirnya bank-bank asing berbondong-bondong membuka islamic windows sebagai salah satu produknya dan berlomba untuk masuk ke negeri-negeri muslim salah satunya Indonesia.
Ditengah kondisi krisis seperti ini, juga besarnya ketidakpastian, tentunya para pemilik petro-dollar akan menimbang dan menilai tingginya resiko untuk placing ke dunia barat. Di sisi lain mereka juga butuh kepastian dan tidak ingin terlalu lama memegang dollarnya menganggur untuk secepat mungkin dikonversikan kedalam bentuk aset yang lain, karena akan jauh lebih baik dan aman jika mereka memegang aset bukan dollar yang juga rentan terdepresiasi atau bahkan terdevaluasi.
Dana petro-dollar yang luar biasa banyak nya itu, tentunya akan dengan sendiri nya terserap oleh infrastruktur islamic finance, khususnya perbankan syariah. Bukankah itu juga yang di idam-idamkan oleh pemerintah, adanya dana investasi asing yang masuk ke Indonesia?
Mengapa kita masih mencari-cari dana investasi asing ke dunia barat? Padahal kondisi mereka pun sedang terguncang, juga kesulitan likuiditas bahkan mereka menjaga agar dana di dalam negeri mereka tidak hengkang keluar?
Salah satu-nya adalah dengan mengetahui dimana pundi-pundi kekayaan berada, mampu menariknya, kemudian memanfaatkannya untuk kemakmuran.
Timur tengah yang kaya akan minyak sebagai sumber energi utama yang menjadi kebutuhan dasar negara-negara di dunia menjadi makmur karenanya, dan dapat menyulap gurun pasir yang tandus menjadi negara yang memiliki kota paling modern saat ini. Ambil contoh Mecca, Medina, Jedda, Kuwait, Bahrain, Abu Dhaby, Dubai, dll.
Dengan menjual minyaknya mereka memperoleh dollar yang berlimpah, yang dikenal dengan istilah petro-dollar. Konon jumlahnya mencapai milliar bahkan triliunan dollar. Bayangkan, Osama bin Laden -musuh utama AS- yang hanya seorang diri itu saja memiliki kekayaan pribadi lebih dari 300 juta dollar, belum lagi Bin Laden Corporation, dll.
Tentunya tidak dipungkiri bahwa saat ini salah satu kawasan paling kaya dan likuid adalah Timur Tengah. Namun dapat diingat bahwa, tidaklah mudah untuk menarik perhatian pemilik petro dollar itu, karena salah satu syaratnya adalah dana tersebut harus dapat dikelola secara syariah, atau terkait dengan transaksi-transaksi keuangan yang berdasarkan prinsip syariah.
Tak ayal, bukan hanya negeri muslim atau yang mayoritas muslim saja yang jelas-jelas berkomitmen untuk mengembangkan islamic finance sesuai keyakinan yang dianutnya yang ber-ijtihad mengembangkan kreativitas dan segala daya upaya untuk menerjemahkan prinsip-prinsip di zaman kenabian kedalam wujud aktual, aplikatif, dan praktis di dunia saat ini; tapi juga banyak dari kalangan barat yang sepertinya sih tidak ada kaitan dengan keyakinan yang dianutnya, turut mengadopsi prinsip islamic finance tersebut, menciptakan produk-produk keuangan semata-mata hanya kepentingan bisnis agar dapat menarik dan mengelola dana tersebut.
Memang sah sah saja sih dan juga ada manfaatnya AS, Inggris, Singapura menjadi pusat-pusat penelitian dan pengembangan islamic finance, padahal mereka bukan muslim. Bahkan mereka para ahli di Harvard mengakui bahwa prinsip islamic finance lebih fair dan logis dari ekonomi konvensional saat ini. Dari tangan mereka juga lahir literatur-literatur islamic finance yang menjadi rujukan saat ini dan cukup banyak dan beragam baik membahas mengenai ekonomi makro, mikro, perbankan, pasar uang, pasar modal forex dll. Dari situ pula akhirnya bank-bank asing berbondong-bondong membuka islamic windows sebagai salah satu produknya dan berlomba untuk masuk ke negeri-negeri muslim salah satunya Indonesia.
Ditengah kondisi krisis seperti ini, juga besarnya ketidakpastian, tentunya para pemilik petro-dollar akan menimbang dan menilai tingginya resiko untuk placing ke dunia barat. Di sisi lain mereka juga butuh kepastian dan tidak ingin terlalu lama memegang dollarnya menganggur untuk secepat mungkin dikonversikan kedalam bentuk aset yang lain, karena akan jauh lebih baik dan aman jika mereka memegang aset bukan dollar yang juga rentan terdepresiasi atau bahkan terdevaluasi.
Dana petro-dollar yang luar biasa banyak nya itu, tentunya akan dengan sendiri nya terserap oleh infrastruktur islamic finance, khususnya perbankan syariah. Bukankah itu juga yang di idam-idamkan oleh pemerintah, adanya dana investasi asing yang masuk ke Indonesia?
Mengapa kita masih mencari-cari dana investasi asing ke dunia barat? Padahal kondisi mereka pun sedang terguncang, juga kesulitan likuiditas bahkan mereka menjaga agar dana di dalam negeri mereka tidak hengkang keluar?
Kembali ke laptop, dapat kah kita memanfaatkan peluang yang terbuka lebar ini untuk tampil di wajah baru perekonomian dunia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar