Saat ini dunia barat khususnya yang dipimpin oleh AS berada dalam kondisi carut marut. Kekuatan bangunan perekonomian kapitalisme yang diagung-agungkannya ternyata tidak luput juga dari badai.
Masih ingatkah kita dengan kondisi di tahun 1998? Saat itu Asia Tenggara, termasuk Indonesia sedang diterjang krisis moneter. Sendi-sendi sektor keuangan telah terkoyak, niai tukar rupiah yang runtuh terhadap mata uang asing, dunia perbankan yang paceklik, juga sektor riil yang pada akhirnya macet dan tidak mampu membayar hutang, juga disertai dengan PHK besar-besaran. Daya beli mayarakat terus turun, sementara di sisi lain harga-harga barang melonjak setinggi langit. Sungguh, sampai saat ini pun Indonesia belum bisa sepenuhnya pulih dari krisis tersebut.
Ingatkah saat itu bahwa barat melalui IMF, organisasi yang menjadi perpanjangan tangan bagi kepentingan-kepentingannya, mencemooh perekonomian kita, membodoh-bodohi dan menertawakan bangsa kita? kemudian mereka tersenyum sinis (tanda tidak tulus) dan menawarkan ‘bantuan’ dan ‘solusi’ yang nyatanya menjadi alat penjajahan model baru.
Tidak lama berselang, persisnya 10 tahun kemudian, di tahun 2008 ini mereka yang dulu mencemooh, menertawakan dsb itu ternyata tidak bisa menyelamatkan negerinya sendiri dari krisis. Bukankah disana gudangnya orang-orang pintar, ‘bantuan’ dan ‘solusi?’
Krisis subprime-mortgage, kemudian runtuhnya bank-bank besar memberikan efek buruk terhadap sendi-sendi kapitalisme lainnya. Semua itu tidak terlepas dari dasar dibangunnya kapitalisme yang terkait erat dengan riba.
Allah telah mengisyaratkan di dalam Al-Qur’an bahwa bangunan perekonomian seperti itu terkesan kuat namun rapuh dan keropos, seperti sarang laba-laba.
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. [Al-Ankabut : 41]
Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan (di berbagai sendi kehidupan) atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan- itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [At-Taubah 109].
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari perihal riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya kepada Allah. Orang yang kembali (menerapkan riba sesudah adanya larangan), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.[Al-Baqarah: 275]
Masih ingatkah kita dengan kondisi di tahun 1998? Saat itu Asia Tenggara, termasuk Indonesia sedang diterjang krisis moneter. Sendi-sendi sektor keuangan telah terkoyak, niai tukar rupiah yang runtuh terhadap mata uang asing, dunia perbankan yang paceklik, juga sektor riil yang pada akhirnya macet dan tidak mampu membayar hutang, juga disertai dengan PHK besar-besaran. Daya beli mayarakat terus turun, sementara di sisi lain harga-harga barang melonjak setinggi langit. Sungguh, sampai saat ini pun Indonesia belum bisa sepenuhnya pulih dari krisis tersebut.
Ingatkah saat itu bahwa barat melalui IMF, organisasi yang menjadi perpanjangan tangan bagi kepentingan-kepentingannya, mencemooh perekonomian kita, membodoh-bodohi dan menertawakan bangsa kita? kemudian mereka tersenyum sinis (tanda tidak tulus) dan menawarkan ‘bantuan’ dan ‘solusi’ yang nyatanya menjadi alat penjajahan model baru.
Tidak lama berselang, persisnya 10 tahun kemudian, di tahun 2008 ini mereka yang dulu mencemooh, menertawakan dsb itu ternyata tidak bisa menyelamatkan negerinya sendiri dari krisis. Bukankah disana gudangnya orang-orang pintar, ‘bantuan’ dan ‘solusi?’
Krisis subprime-mortgage, kemudian runtuhnya bank-bank besar memberikan efek buruk terhadap sendi-sendi kapitalisme lainnya. Semua itu tidak terlepas dari dasar dibangunnya kapitalisme yang terkait erat dengan riba.
Allah telah mengisyaratkan di dalam Al-Qur’an bahwa bangunan perekonomian seperti itu terkesan kuat namun rapuh dan keropos, seperti sarang laba-laba.
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. [Al-Ankabut : 41]
Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan (di berbagai sendi kehidupan) atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan- itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [At-Taubah 109].
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari perihal riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya kepada Allah. Orang yang kembali (menerapkan riba sesudah adanya larangan), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.[Al-Baqarah: 275]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar