Setelah mengetahui beberapa transaksi yang tidak boleh dilakukan di Islamic Capital Market, kini saya ingin memperkenalkan salah satu transaksi yang menjadi fenomena karena mengguncang dan merontokkan bursa saham dunia. Transaksi itu dikenal dengan istilah short selling, di Indonesia biasa disingkat dengan nge-short. Para spekulan dan oportunis justru senang dengan kondisi krisis seperti ini, bagaikan memancing di air keruh, terlintas dalam pikirannya “Krisis gini enaknya nge-short..”
Adalah Simon Cawkwell, saat krisis finansial seperti ini menerpa, dia justru bisa mengambil untung hingga 250.000 pounds atau sekitar US$ 550 ribu / Rp.5 miliar hanya dalam waktu 1 jam. Tindakannya dalam memanfaatkan situasi krisis seperti inilah yang menyebabkan dia juluki sebagai “King of the Short Sellers”. [detik.com]
Berikut kutipan pemikirannya yang bersumber dari detik.com:
"Saya cinta krisis karena itulah masa orang-orang menjadi bodoh," ujarnya sambil menyeringai lebar.
"Saya selalu menyukai pasar yang bergerak cepat, karena kebodohan-kebodohan semakin sering membuat kesalahan, jadi saya siap untuk mengambil untung dari itu," tambahnya lagi seperti dikutip dari AFP, Jumat (17/10/2008).
"Saya mungkin akan meraup untuk 3 juta poundsterling tahun ini," ujarnya dengan pede.
Cawkwell kini tinggal disebuah flat mewah di distrik South Kensington, London yang juga dijadikannya sebagai kantor. Dengan 4 layar komputer, Ia memantau langsung pergerakan saham-saham sekaligus membuat prediksi yang meyakinkan.
Tingkah laku Cawkwell mendapat kecaman dari berbagai pihak karena dia disebut-sebut sebagai seorang penjudi sejati melalui pertaruhan di pasar saham.
Short selling adalah transaksi jual saham yang dilakukan oleh seseorang di bursa meskipun dia tidak memiliki saham tersebut. Perilaku tersebut adalah salah satu penyebab menjadi semakin ambruknya pasar saham belakangan ini. Sejumlah negara, termasuk Inggris pun sempat melarang aksi short selling ini.
Dalam Islamic Capital Market, sudah jelas short selling adalah salah satu hal yang dilarang. Secara syariah menjual sesuatu yang tidak dimiliki membuat transaksi batal dengan sendirinya, karena tidak terpenuhinya dua syarat jual-beli yaitu adanya penjual dan barang.
Bagaimana short selling dapat merontokkan pasar?
Adalah Simon Cawkwell, saat krisis finansial seperti ini menerpa, dia justru bisa mengambil untung hingga 250.000 pounds atau sekitar US$ 550 ribu / Rp.5 miliar hanya dalam waktu 1 jam. Tindakannya dalam memanfaatkan situasi krisis seperti inilah yang menyebabkan dia juluki sebagai “King of the Short Sellers”. [detik.com]
Berikut kutipan pemikirannya yang bersumber dari detik.com:
"Saya cinta krisis karena itulah masa orang-orang menjadi bodoh," ujarnya sambil menyeringai lebar.
"Saya selalu menyukai pasar yang bergerak cepat, karena kebodohan-kebodohan semakin sering membuat kesalahan, jadi saya siap untuk mengambil untung dari itu," tambahnya lagi seperti dikutip dari AFP, Jumat (17/10/2008).
"Saya mungkin akan meraup untuk 3 juta poundsterling tahun ini," ujarnya dengan pede.
Cawkwell kini tinggal disebuah flat mewah di distrik South Kensington, London yang juga dijadikannya sebagai kantor. Dengan 4 layar komputer, Ia memantau langsung pergerakan saham-saham sekaligus membuat prediksi yang meyakinkan.
Tingkah laku Cawkwell mendapat kecaman dari berbagai pihak karena dia disebut-sebut sebagai seorang penjudi sejati melalui pertaruhan di pasar saham.
Short selling adalah transaksi jual saham yang dilakukan oleh seseorang di bursa meskipun dia tidak memiliki saham tersebut. Perilaku tersebut adalah salah satu penyebab menjadi semakin ambruknya pasar saham belakangan ini. Sejumlah negara, termasuk Inggris pun sempat melarang aksi short selling ini.
Dalam Islamic Capital Market, sudah jelas short selling adalah salah satu hal yang dilarang. Secara syariah menjual sesuatu yang tidak dimiliki membuat transaksi batal dengan sendirinya, karena tidak terpenuhinya dua syarat jual-beli yaitu adanya penjual dan barang.
Bagaimana short selling dapat merontokkan pasar?
yaitu dengan menyuntikkan gharar yang bisa memanipulasi pasar. Saat seseorang nge-short, timbul informasi seolah memang benar ada para pemilik saham yang ingin menjual sahamnya (padahal tidak seperti itu). Sentimen seperti ini, terutama saat krisis akan dengan mudah memprovokasi pemilik saham lain untuk melakukan aksi yang sama, yaitu menjual sahamnya dengan tujuan –yang tulus atau lebih tepatnya polos karena diperdaya- untuk mencegah kerugian capital gain yang lebih besar. Karena aksi jual saham ini dilakukan secara berbondong-bondong, dengan sendirinya nilai saham tersebut anjlok. Saat nilai saham anjlok ke posisi yang ditentukan, barulah si pelaku short selling masuk ke pasar memborong saham-saham yang dilepas pemiliknya dengan harga yang sangat murah. Aksinya memborong saham tak bertuan dalam jumlah banyak ini, mendongkrak nilai saham yang semula tidak berharga menjadi cukup mahal. Sentimen ini membuat seolah pasar sudah membaik dan saham tersebut kembali menjadi incaran para investor. Saat sahamnya laris manis itulah si pelaku menjual sahamnya, dan mendapatkan untung besar dari capital gain.
Yang perlu diingat, transaksi tersebut dilakukan dalam waktu singkat sehingga banyak orang harus segara memutuskan jual atau beli. Di tengah kepanikan karena krisis seperti sekarang ini, banyak orang menjadi tidak rasional dan tidak dapat berfikir jernih dan panjang. Bayangkan untung Rp.5 miliar hanya dalam waktu 1 jam ??
Pertanyaannya adalah, apakah transaksi short selling itu terhormat? Apakah itu membawa pengaruh yang baik bagi pasar? Tentu tidak, pemerintah Inggris tempat Simon Cawkwell tinggal jelas melarang short selling dilakukan.
Apakah si pelaku benar-benar bermodal? Tidak, dia hanya modal ngomong bahwa dia punya barang mau dijual.
Apakah untung itu benar-benar nyata? Untuk si pelaku ya, tapi untuk pasar secara keseluruhan itu adalah keuntungan semu, karena keuntungan si pelaku di satu sisi telah menyebabkan kerugian banyak orang di pihak lain dengan nilai yang sepadan. Jika dijumlahkan, maka transaksi yang terjadi dipasar adalah NOL, sehingga itu adalah untung yang semu.
Satu lagi tabir kebenaran Islamic Finance terungkap dalam krisis ini. Apabila prinsip-prinsip Islamic Finance diterapkan, seperti dalam pasar modal, tentu sudah tidak ada lagi tempat bagi para pelaku short selling. Mind set setiap orang masuk ke bursa adalah untuk berinvestasi, sehingga bukan capital gain yang dia cari, bukan spekulasi yang ada dalam pikirannya, yang karena itu setiap orang tidak akan terprovokasi untuk melakukan aksi jual/beli akibat ulah si pelaku.
Anda setuju?
Yang perlu diingat, transaksi tersebut dilakukan dalam waktu singkat sehingga banyak orang harus segara memutuskan jual atau beli. Di tengah kepanikan karena krisis seperti sekarang ini, banyak orang menjadi tidak rasional dan tidak dapat berfikir jernih dan panjang. Bayangkan untung Rp.5 miliar hanya dalam waktu 1 jam ??
Pertanyaannya adalah, apakah transaksi short selling itu terhormat? Apakah itu membawa pengaruh yang baik bagi pasar? Tentu tidak, pemerintah Inggris tempat Simon Cawkwell tinggal jelas melarang short selling dilakukan.
Apakah si pelaku benar-benar bermodal? Tidak, dia hanya modal ngomong bahwa dia punya barang mau dijual.
Apakah untung itu benar-benar nyata? Untuk si pelaku ya, tapi untuk pasar secara keseluruhan itu adalah keuntungan semu, karena keuntungan si pelaku di satu sisi telah menyebabkan kerugian banyak orang di pihak lain dengan nilai yang sepadan. Jika dijumlahkan, maka transaksi yang terjadi dipasar adalah NOL, sehingga itu adalah untung yang semu.
Satu lagi tabir kebenaran Islamic Finance terungkap dalam krisis ini. Apabila prinsip-prinsip Islamic Finance diterapkan, seperti dalam pasar modal, tentu sudah tidak ada lagi tempat bagi para pelaku short selling. Mind set setiap orang masuk ke bursa adalah untuk berinvestasi, sehingga bukan capital gain yang dia cari, bukan spekulasi yang ada dalam pikirannya, yang karena itu setiap orang tidak akan terprovokasi untuk melakukan aksi jual/beli akibat ulah si pelaku.
Anda setuju?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar