Kembali bermula dari pidato kemenangan yang disampaikan oleh Barack Obama sebagai Presiden AS terplih yang ke-44, dari serangkaian pidato energik dan inspiratifnya Sang Presiden sempat mengucapkan satu kalimat:
“Let us remember that, if this financial crisis taught us anything, it's that we cannot have a thriving Wall Street while Main Street suffers.”
“Mari kita hujamkan dalam ingatan kita bahwa, jika krisis financial (saat) ini mengajarkan kita sesuatu, itu adalah bahwa kita tidak akan dapat menyaksikan Wall Street yang tumbuh subur. maju dan berkembang pesat sedangkan Main Street menderita.”
Berangkat dari situ, saya tertarik untuk sedikit membuka fakta tentang apa yang terjadi dewasa ini antara Wall Street dan Main Street.
Wall Street adalah representasi dari sektor financial/moneter, karena bursa saham dan pusat financial institution terbesar di dunia terletak di Wall Street. Diberi nama Wall yang berarti tembok/dinding, karena saham dan komoditi diperdagangkan dalam bentuk angka-angka atau indeks yang ditulis dalam media seperti papan tulis yang menyerupai dinding, seperti ini:
Sedangkan Main Street adalah representasi dari sektor ril, sektor dimana dunia usaha yang sesungguhnya berjalan. Dari pidatonya tersebut, Presiden Obama ingin mengatakan bahwa krisis dunia ini yang dipicu oleh jatuhnya bursa saham di Wall Street disebabkan karena sektor moneter yang tidak terkait dengan sektor riil. Padahal justru fundamental perekonomian adalah sektor riil.Saya harap Anda masih ingat dengan contoh jual-beli pisang yang menimbulkan bubble economy. Dalam contoh tersebut nilai transaksi finansialnya mencapai 3x lipat nilai riil. Tahukah kita, seberapa besar gap/kesenjangan antara Wall Street dan Main Street saat ini, hingga akhirnya menjadi pemicu krisis keuangan global?
Sebab utama krisis bisa dilacak dari begitu berkuasanya sektor moneter [sistem uang kertas, lembaga keuangan ribawi yang menjalankan bisnisnya dengan prinsip bunga, pasar modal (capital market), pasar uang (money market), dan valas (forex)] atas sektor riil.
Seperti yang dikutip oleh Buletin Al-Islam Edisi 427, sebelum krisis tahun 1998 dana yang beredar dalam transaksi semu di pasar modal dan pasar uang dunia diperkirakan rata-rata mencapai 2-3 triliun dolar per hari nya, atau sebesar 700 triliun dolar dalam setahun.
Di sisi lain, arus perdagangan barang internasional dalam satu tahun hanya berkisar sekitar 7 triliun dollar. Artinya arus uang 100x lebih besar dari arus barang (republika, 18/8/2000), atau dengan kata lain penggelembungan nilai transaksi ‘kertas’ telah mencapai 100x dari nilai sebenarnya.
Selain itu, besaran transaksi yang terjadi di pasar uang dunia mencapai 1,5 trilun dolar per hari. Sementara besaran transaksi perdagangan dunia di sektor riil hanya mencapai 1% dari nilai tersebut. [Agustianto, 2007]
Belum lagi, uang yang beredar dalam transaksi valas mencapai 1,3 triliun dolar dalam setahun [Kompas September 2007].
Seluruh data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan sektor keuangan sangat cepat dan menggelembung melejit meninggalkan nilai sebenarnya di sektor riil, sehingga menimbulkan pertumbuhan semu di atas kertas dan bubble economy.
Tak heran jika contoh transaksi yang menggelembung hanya 3x lipat saja bisa membawa bencana, apalagi jika sudah mencapai 700x lipat.
Menerapkan prinsip-prinsip dalam Islamic Finance sebagai solusi sudah waktunya dilakukan, oleh siapapun dia, terlepas dari sistem nilai apa yang dianutnya karena prinsip-prinsip tersebut bersifat universal.
Perombakan besar-besaran di sektor keuangan adalah tugas berat, terutama dengan mengubah paradigma yang telah lama tertanam. Sebagai mana pidato Barack Obama:
“The road ahead will be long. Our climb will be steep. We may not get there in one year or even in one term.’
“Jalan yang terbentang di depan kita masih panjang. (Jalan) yang kita panjat akan curam. Kita tidak akan bisa mencapainya dalam waktu satu tahun atau satu periode sekalipun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar