Tampilkan postingan dengan label maisir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label maisir. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Desember 2008

DARI PERMAINAN HARGA MINYAK MENUJU KRISIS PANGAN

Melanjutkan efek dari ulah para spekulan yang menyihir minyak menjadi dadu, ternyata imbasnya tidak cukup berhenti sampai harga minyak yang melonjak tinggi saja. Imbasnya bahkan sudah menyebabkan dunia terancam krisis pangan. Kok jauh sekali ya?

Para spekulan tidak puas hanya dengan minyak, tapi komoditas-komoditas penting lainnya pun tidak luput dari permainan mereka seperti batu-bara, CPO, dll. Walaupun demikian, biarlah kita asumsikan disini bahwa hanya minyaklah yang sudah tidak mencerminkan hukum supply-demand akibat ulah para spekulan sementara komoditas lain terbebas dari itu. Kita anggap saja begitu.

Akibat harga minyak membumbung setinggi langit, harga komoditas yang menjadi sumber energi juga ikut naik. Mahalnya harga minyak memaksa para pelaku bisnis untuk melirik sumber energi lain yang lebih murah khususnya coal dan gas, yang karena itu permintaan akan coal & gas meningkat pesat sehingga harganya naik.

Naiknya harga coal memicu para pelaku bisnis berlomba-lomba terjun membuka pertambangan. Di tahun 2007 terjadi booming coal, dan Indonesia berhasil menjadi produsen sekaligus eksportir coal terbesar di dunia berkat ‘sumbangan’ dua pulau, yaitu Sumatera dan Kalimantan yang menurut Kementrian ESDM memiliki kandungan coal terbesar di Indonesia, masing-masing sebesar 27,3 dan 32,9 miliar metrik ton sehingga total deposit coal di Indonesia sebesar ±60,5 miliar metrik ton.

Di sisi lain, booming coal membuat berjuta-juta hektar lahan hijau akhirnya dikorbankan menjadi tambang. Hutan di Sumatera dan Kalimantan semakin hari semakin menipis. Hal tersebut membuat para pemerhati lingkungan gerah, karena efek dari global warning sudah semakin terasa akibat dari emisi gas rumah kaca (H2O(g), CO2, CH4, N2O, CFC atau freon dari senyawa florin klorin dan bromin) yang terus meningkat, khususnya disebabkan dari hasil pembakaran bahan bakar bersenyawa hidro-karbon.


Kemudian diserukanlah penggunaan bahan-bakar terbarukan yang ramah lingkungan yang dikenal dengan biofuel. Salah satu bahan baku biofuel yang paling mudah didapatkan dan paling berlimpah ketersediaannya di dunia adalah minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil), karena CPO dapat diolah menjadi biodiesel. Namun sayangnya, permintaan CPO juga tinggi, tidak hanya untuk biofuel, CPO diperlukan untuk beragam produk seperti minyak goreng, mentega, margarin, emulsi makanan, sabun, kosmetik, dll. Inilah yang menyebabkan CPO menjadi primadona sehingga harganya pun turut naik dan booming.



Seperti halnya yang terjadi pada batubara, naiknya harga CPO memicu pertumbuhan industri kelapa sawit dalam rangka memenuhi banyaknya permintaan. Walaupun secara kasat mata kerusakan lahan tidak separah yang terjadi karena aktivitas pertambangan, namun tetap saja banyak lahan yang tadinya hutan hujan tropis beralih menjadi kawasan
perkebunan. Kembali lagi, dua pulau Sumatera dan Kalimantan lah yang menjadi korban. Hal ini juga diteriaki oleh para pemerhati lingkungan, karena fungsi hutan untuk menyerap emisi gas rumah kaca khususnya CO2 semakin menurun. Padahal Sumatera dan Kalimantan adalah bagian dari paru-paru penghasil oksigen yang paling penting di dunia. Berkurangnya hutan juga berarti berkurangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem. Sampai akhirnya muncul slogan Green Peace: “Pohon kok makan pohon, palm oil should not destroy forrest.”


Selain desakan dari pemerhati lingkungan, booming dan tingginya harga CPO membuat para produsen biodiesel -yang sudah pasti ingin untung- berfikir panjang. Apakah memang membuat biodiesel dari CPO itu menguntungkan atau malah merugikan. Setelah dihitung-hitung kok ternyata ongkos produksi membuat biodiesel dari CPO justru malah lebih mahal dari ongkos lifting (nge-bor) dan memurnikan crude oil dari dalam perut bumi menjadi BBM siap pakai. Kalau gitu buat apa dong? Biodiesel tetap gak akan laku, karena orang akan membeli BBM hidrokarbon yang lebih murah. Hal inilah yang membuat negara sekuat German, akhirnya terpaksa menghentikan proyek biodieselnya untuk sementara waktu.



Tidak kehilangan akal dicarilah bahan baku biofuel lain selain CPO. Mulailah dilirik pohon jarak, sorgum (sejenis gandum kasar), dan singkong. Dalam hal ini singkong dapat menghasilkan bioetanol. Biaya untuk memproduksi seliter bioetanol berbahan baku singkong berkisar Rp3.400- Rp4.000. Satu liter bioetanol terbuat dari 6,5 kg singkong. Meski harga jualnya lebih mahal ketimbang premium, bioetanol laku di pasaran karena teruji dan terbukti dilapangan menghasilkan kinerja mesin lebih bagus dengan konsumsi bahan bakar lebih hemat 20-30 persen.

Dengan segala kelebihan di atas, secara jangka panjang bisnis bioetanol patut dikembangkan. Sayangnya, para pelaku agribisnsi merasa kejatuhan durian runtuh. Para petani lebih memilih menanam tanaman biofuel daripada menanam bahan pangan. Baru-baru ini saya mengunjungi Lampung untuk suatu pekerjaan, terbentang luas hampir disepanjang jalan yang saya lalui, kebun singkok dikiri dan kanan jalan. Tak terkecuali pekarangan rumah penduduk yang seolah tak mau ketinggalan juga menaman singkong. Di sisi lain singkong adalah tanaman umbi-umbian yang menyerap unsur hara, sehingga lama kelamaan tanah akan berkurang kesuburannya dan sudah tentu merugikan petani tradisional.

Di banyak negara, khususnya AS lahan-lahan pertanian berubah menjadi lahan tanaman biofuels. Hal ini menyebabkan produksi pangan dunia terus tergerus, sementara populasi semakin meningkat dengan kebutuhan pangan yang semakin besar. Akhirnya harga pangan secara intrnasional pun membumbung tinggi, dan derita rakyat jelata yang sudah sulit menjadi semakin sulit.

Di saat pasar modal dan pasar uang runtuh, diikuti oleh turunnya harga crude oil secara drastis semuanya pun ikut terseret. Industri yang sudah terlanjur beralih dari minyak ke coal tidak dapat dengan mudah mengubah instalasinya untuk membeli minyak yang saat ini harganya lebih murah dari coal. Disaat harga minyak turun, jutaan hektar hutan yang telah beralih menjadi lahan perkebunan dilanda krisis karena anjloknya harga CPO, dan jutaan hektar lahan pertanian yang sudah terlanjur beralih menjadi ladang biofuel pun tidak dapat dikembalikan fungsinya dengan mudah, sementara krisis pangan sudah siap mengancam dunia.
Akankah kondisi ini terjadi jika manipulasi hukum supply-demand terhadap minyak tidak terjadi?

Kini kita sudah sampai pada suatu keadaan dimana dunia diancam krisis pangan, kerusuhan, dan kelaparan. Sejak awal tahun 2008, setiap hari 26.500 anak-anak mati akibat kelaparan apalagi ketika harga-harga bahan pokok semakin mahal dan semakin sulit diperoleh.

Bahkan kelaparan tidak hanya menerjang benua Afrika, namun sudah melanda negara super power. Departemen Pertanian AS menyampaikan berita yang cukup mengejutkan bahwa sejak tahun 2007 telah terjadi kelaparan di AS. Hal tersebut berdasarkan studi yang mereka lakukan ke 45.600 rumah tangga yang mewakili 118 juta keluarga.

Menurut laporan Deptan AS, pada tahun 2007 saja, sekitar 700.000 anak-anak AS teridentifikasi berada dalam kondisi "keamanan pangan" yang sangat rendah atau dengan kata lain dapat disebut mengalami kelaparan. Hasil studi itu menunjukkan bahwa 1 dari 8 orang AS, atau hampir 11,9 juta warga AS kelaparan pada tahun 2007.

Presiden Food Research and Action Center, James Weill mengungkapkan, jumlah orang yang kelaparan di AS kemungkinan akan terus bertambah, bahkan hingga 50 persen pada tahun 2008 ini. “Berdasarkan pada meningkatnya permintaan tahun ini di tempat-tempat pengambilan kupon makanan, permintaan akan dapur umum darurat, juga permintaan klinik untuk kaum perempuan, anak-anak dan balita di seluruh struktur layanan sosial, cukup beralasan untuk mengatakan bahwa jumlah orang yang kelaparan akan bertambah banyak,” papar Weill.

Tanggal 26 November 2008, Washington Post memberitakan bahwa permintaan kupon makanan di kalangan rakyat AS mencapai angka tertinggi pada bulan November kemarin yaitu sebesar 30 juta kupon. Para analis berpendapat bertambahnya pengangguran yang mencapai 6,5 persen di bulan Oktober dan diperkirakan bertambah menjadi 8 persen sampai akhir tahun 2009 serta mahalnya bahan pangan, menjadi penyebabnya meningkatnya jumlah permintaan kupon makanan. Kenaikan harga yang sangat cepat justru terjadi pada bahan makanan utama warga AS seperti telur dan roti.

Setelah terjadi kondisi seperti ini, yang bermula dari ulah para spekulan dalam melonjakkan harga crude oil yang berakhir dengan krisis pangan, semua tergantung kita. Apakah manusia tersadar dengan teguran dari langit berupa krisis pangan yang siap menerkam, yang dengan itu manusia kembali ke jalan yang benar?

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [Ar-Ruum : 41]

Jumat, 31 Oktober 2008

ISLAMIC INDEX, ISLAMIC CAPITAL MARKET

Untuk mewujudkan terciptanya kondisi pasar modal yang bebas dari MAGHRIB, para ahli syariah berhasil berijtihad, mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk menterjemahkan prinsip dan nilai syariah ke dalam bentuk produk keuangan kontemporer pasar modal yang dikenal dengan Islamic Index. Sejumlah batasan pun ditetapkan dalam membangun Islamic Capital Market (ICM).

Perusahaan yang listing (terdaftar) di bursa ICM bukan perusahaan yang bergerak di bidang yang dilarang atau diharamkan oleh syariah. Seperti peternakan babi dan makanan haram lainnya baik perusahaan yang memproduksi, mendistribusi, dan yang terkait dengan makanan haram tersebut. Begitu pula dengan usaha yang terkait dengan khamr (minuman keras, zat adiktif, narkotika, dan psikotropika lainnya), bahkan industri rokok.

Prinsip ini adalah yang paling penting, sehingga perusahaan yang terdaftar di ICM hanya perusahaan yang memiliki core business yang halal. Masyarakat/pemilik dana yang berniat berinvestasi di bursa ICM memperoleh kepastian bahwa mereka berinvestasi dengan cara yang halal, menghasilkan return dari usaha yang halal, sehingga akan menghadirkan ketenangan batin sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya.

Perusahaan yang sahamnya terdaftar di ICM bukan perusahaan yang usahanya dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas. Bukanlah usaha yang merusak lingkungan, seperti logging yang terkait dengan illegal logging dan pengundulan hutan, pertambangan yang membabi buta, dll. Sehingga saringan perusahaan untuk dapat terdaftar di ICM menjadi semakin ketat dengan disyaratkannya izin-izin atau sertifikat tertentu yang terkait dengan bidang usahanya masing-masing.

Perusahaan tersebut tidak bergerak dibidang yang berkaitan dengan tindakan asusila. Misalnya menyebarkan pornografi dan turunannya baik dalam bentuk media cetak atau elektronik seperti majalah, stasiun radio, televisi, produser film, dll. Di luar negeri, masih dapat ditemui perusahaan-perusahaan tersebut yang terdaftar di bursa.

Tidak pula berkaitan dengan usaha perjudian dan mengandung unsur riba. Seperti bank, asuransi, reksadana, perusahaan leasing/multifinance, atau institusi keuangan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem bunga (riba).

Tidak berkaitan dengan industri senjata yang ilegal dan berorientasi untuk pengembangan senjata pembunuh masal, apalagi jika jelas-jelas dijual/digunakan umtuk memerangi kaum muslimim.

Dengan ketentuan atau batasan tersebut, perusahaan-perusahaan yang sahamnya terdaftar di ICM bisa terdaftar di bursa konvensional, namun tidak berlaku sebaliknya.

Prinsip berikutnya adalah, bursa saham dibentuk sebagai media agar masyarakat dapat berinvestasi. Sehingga fungsinya harus dimurnikan dan dibebaskan dari unsur MAGHRIB (maisir, gharar, riba, dan batil) dengan cara menerapkan aturan-aturan dalam bertransaksi di bursa.

Karena fungsi awalnya sebagai alat berinvestasi, transaksi pasar modal harus dikembalikan sesuai dengan karakteristik investasi. Investasi identik dengan menanamkan modal secara jangka panjang ke suatu usaha, dan sebagai return pemilik modal memperoleh bagi hasil dari usaha tersebut. Sehingga masyarakat yang membeli saham suatu perusahaan berarti berinvestasi pada perusahaan tersebut sebagai pemilik/pemegang saham. Return atau bagi hasil yang diperoleh pemegang saham dari perusahaannya dikenal dengan deviden.

Pemahaman tersebut di atas akan menghindarkan ICM dari praktek maisir dan gharar seperti yang terjadi di bursa saham konvensional saat ini, dimana saham diperjualbelikan seperti layaknya komoditi yang mendorong maraknya spekulasi. Saham hanya dimiliki sesaat atau dalam jangka pendek saja, dan hanya untuk mengambil keuntungan dari capital gain semata dengan memanfaatkan volatilitas harga saham, lalu beralih dari satu saham perusahaan ke saham yang lain.....dimanakah esensi dari sebuah investasi? Apakah praktek seperti itu benar-benar dapat dikategorikan sebagai investasi? Apakah para pemilik modal yang seperti itu layak disebut investor?

Dengan dimurnikannya kembali fungsi pasar modal sesuai dengan karakteristik investasi yang memiliki tenor jangka panjang dan memperoleh deviden, maka dalam perspektif syariah ikut terjun ke bursa saham hanya untuk mengambil capital gain adalah dilarang, sehingga para pemilik surat berharga harus serius dengan keputusannya saat membeli saham suatu perusahaan untuk berinvestasi. Praktek pemilikan surat berharga secara jangka panjang sampai dengan jatuh tempo dikenal dengan istilah Hold to Maturity (HTM).

Prinsip HTM kental mewarnai transaksi-transaksi surat berharga dalam islamic finance sehingga bagi hasil/deviden-lah yang diperoleh, bukan capital gain. Secara syariah prinsip HTM dipadankan dengan pengelolaan likuiditas, sehingga tetap fleksibel dengan diperbolehkannya menjual/melepas kepemilikan surat berharga sebelum jatuh tempo, namun bukan dengan alasan untuk memperoleh capital gain, tetapi untuk keperluan likuiditas.

Penjelasan diatas telah membebaskan pasar modal dari 3 komponen MAGRHIB, membebaskannya dari maisir, gharar, dan riba. Adapun batil, sebagai komponen terakhirnya telah dilarang tegas dalam Al-Quran:
“Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka (saling ridha) di antara kamu,…” [An-Nisa’ : 29]
“…kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [Al-Baqarah: 279].

Dalam pasar modal, cara-cara yang batil antara lain:
1. Melakukan penawaran palsu untuk menaikan harga saham (Najsy).
2. Melakukan penjualan atas barang (surat berharga) yang belum dimiliki (short selling / Bai’ al-ma’dum)
3. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi
4. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi
5. Penumpukan, yaitu melakukan pembelian/pengumpulan surat berahrga untuk menyebabkan perubahan harga, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain (Ihtikar).
6. dll

[Al-Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo, Anggota Dewan Syariah Nasional dan Komisi Fatwa MUI]

Semoga cukup jelas perbedaannya, HTM Vs trading saham dan deviden Vs capital gain disertai pembatasan terhadap cara-cara transaksi. Pada kesempatan yang lain, akan kita bahas mengenai keuntungan/kerugian dari suatu transaksi jual beli saham. Apakah benar capital gain itu menguntungkan, atau hanya keuntungan semu di atas kertas?

Dan tahukah Anda, terlepas dari sistem hidup yang dianutnya, Warren Buffet, orang terkaya di dunia yang mengalahkan Bill Gates Sang Kasiar Microsoft, secara tidak sadar telah menerapkan prinsip-prinsip syariah selama bertahun-tahun dalam berinvestasi di pasar modal, hingga pada akhirnya berhasil menghantarkannya menjadi orang terkaya di jagad ini.
Dia tidak mempraktekan jual-beli saham untuk memperoleh keuntungan sesaat dari capital gain seperti orang pada umumnya, namun dia mengelola saham-sahamnya untuk jangka waktu yang panjang, tanpa tergoda untuk menjualnya saat harga naik, dan tanpa takut menderita kerugian yang lebih besar dengan tetap menahan sahamnya dalam genggaman saat harga saham turun. Karena dia adalah seorang investor hebat bukan spekulan, dia sangat paham akan volatilitas harga saham yang bisa naik turun akibat ulah para oportunis yang memanfaatkan orang lain.

Kamis, 30 Oktober 2008

PULIHKAN DISTORSI DI PASAR MODAL

Saat ini transaksi saham dalam bursa ataupun transaksi dalam surat berharga lainnya sudah menjadi suatu kebutuhan ditengah kecanggihan teknologi dan era keterbukaan informasi. Di berbagai negara pasar modal berkembang dengan pesat, bursa-bursa didirikan, pialang-pialang saham bermunculan, para fund manager menjadi gemuk karena ketiban bisnis untuk mengelola dana para investor yang percaya dengan keahliannya.
Para pemilik dana tertarik menjadi investor, diikuti para oknum dan spekulan yang juga tidak luput bermunculan bermain di bursa saham. Skema-skema transaksi semakin lama semakin canggih, hingga pada akhirnya transaksi di bursa bagaikan kacang lupa pada kulitnya, bisa berjalan sendiri bahkan terbang meninggalkan transaksi sebenarnya di sektor riil. Hingga akhirnya transaksi di bursa menjadi tidak lebih dari sekedar aktivitas memperjualbelikan kertas, dan menjadi ajang yang volatile, penuh ketidakpastian, manipulasi, spekulasi, dan lebih mirip arena pertaruhan di Las Vegas daripada wahana berinvestasi.

Investasi bisa dalam bentuk tanah dan properti, namun sifatnya tidak likuid (sulit untuk diuangkan) karena cukup sulit untuk menjual tanah atau properti dalam waktu singkat.

Alternatif lain berinvestasi dengan membeli emas, namun harga emas cukup mahal dan diperlukan media penyimpanan yang aman, selain menjual emas dalam jumlah banyak juga membutuhkan effort.

Atau berinvestasi dengan membuka usaha disertai segala resiko yang ada hingga gulung tikar.

Investasi dapat juga berupa deposito, namun tingkat return nya ya segitu-gitu aja, disamping deposito juga tidak luput dari resiko karena nilai penjaminan dari LPS ada batasnya. Kelebihannya deposito likuid karena gampang diuangkan.

Untuk yang lebih berani, dapat menempatkan dananya dalam bentuk reksadana dengan tingkat return dan resiko yang lebih tinggi dari deposito, dan tetap likuid.

Disamping itu, investasi bisa ditempatkan dalam bentuk saham yang potensi returnnya lebih tinggi dari deposito dan reksadana, begitu pula dengan resikonya. Karena sifat saham yang memiliki tingkat return yang tinggi dan likuid, serta nilai investasi yang dapat disesuaikan dengan budget yang ada di gocek masing-masing, maka pasar modal atau saham dinilai sebagai alat investasi yang banyak membuat orang tertarik.

Hal yang paling mendasar adalah saham atau pasar modal dibuat sebagai media/alat investasi, bukan diciptakan untuk spekulasi, jadi mengapa alat investasi yang ‘netral’ itu terseret ke dalam ketidakpastian dan maraknya praktek spekulasi? Sehingga sedikit demi sedikit fungsi pasar modal telah terdistorsi, dan diperlukan upaya untuk memulihkannya kembali ke fungsi sebenarnya.

Dalam perspektif syariah ketidakpastian dan manipulasi dikategorikan sebagai gharar, sedangkan spekulasi, perjudian atau pertaruhan dikategorikan sebagai maisir. Tuntutan pasar akan kebutuhan bertransaksi di bursa atau surat berharga dan tekad untuk mengembalikan fungsi pasar modal menjadi yang seharusnya, telah mendorong para ahli dibidang syariah di dunia untuk menggali prinsip dan sistem nilai syariah untuk menciptakan produk pasar modal yang terbebas dari unsur MAGHRIB (maisir, gharar, riba, dan batil) yang best practise-nya dikenal dengan Islamic Index.

Dengan karakteristiknya yang mencoba memurnikan alat dan media investasi ke posisi yang seharusnya, Islamic Capital Market (ICM) atau pasar modal yang berbasis syariah mencoba eksis melawan main stream ditengah kondisi dunia pasar modal yang dikenal saat ini. Karena ICM seperti halnya produk-produk islamic finance lainnya tergolong baru dikembangkan dalam satu dekade terakhir, mungkin perbedaan yang mencolok antara dua sistem pasar modal baru dapat dirasakan hasilnya dan dibandingkan keunggulannya dalam kurun waktu satu dekade mendatang.

Jumat, 17 Oktober 2008

BUBBLE ECONOMY


Seperti yang pernah dibahas di artikel terdahulu bahwa bursa-bursa saham di dunia ambruk dan luluh lantah. Telah dibahas bahwa, salah satu penyebab ambruknya bursa saham adalah karena maisir. Mari kita bahas, sebab lain nya...
Transaksi di bursa saham itu adalah aktivitas sektor finansial.
Salah satu penyebab lain dari rontoknya bursa-bursa saham di dunia adalah karena perekonomian dibangun dengan dasar non real based economy (ekonomi yang tidak berbasis kepada sektor riil / dunia usaha). Transaksi di sektor finansial -antara lain di pasar saham itu- bisa dengan bebas bergerak dan tidak harus selalu terkait dengan sektor riil atau bahkan sama sekali tidak terjadi transaksi di sektor riil.

Karena diantara dua sektor tersebut tidak saling terkait, bisa jadi nilai transaksi di sektor finansial melambung tinggi bahkan melebihi nilai sebenarnya dari traksaksi tersebut di sektor riil. Secara financial nilai suatu transaksi bisa menggelembung dan terus membesar yang dikenal dengan bubble effect.

Begitu pula ekonomi dunia saat ini dengan dasar non real based economy yang menciptakan bubble economy yang juga menghasilkan pertumbuhan semu. Pertumbuhan yang hanya terjadi di atas kertas -walaupun mungkin itu fantantis-, namun tidak sinkron dengan dunia usaha nyata.

Walaupun terus membesar, suatu saat gelembung itu tidak akan mampu lagi untuk membesar karena telah melebihi batas-batasnya. Hingga akhirnya akan pecah tak ubahnya seperti permainan balon sabun yang dulu dimasa kanak-kanak kita sering meniupnya.

Lain hal nya dengan prinsip syariah, dimana transaksi di sektor finansial harus selalu terikat dengan dan memiliki padanannya di sektor riil yang dikenal dengan underlying transaction. Tidak diperkenankan sektor financial berjalan sendiri tanpa adanya transaksi riil.
Dengan demikian transaksi financial dengan sendirinya akan terproteksi dari nilai semu yang menggelembung, karena akan selalu dibatasi oleh nilai transaksi riil-nya. Ekonomi berdasarkan prinsip syariah akan terhindar dari bubble efect seperti yang dijelaskan di atas dan dapat menciptakan real economy bukan bubble economy.

MAISIR PENYEBAB AMBRUKNYA BURSA SAHAM DUNIA

Saat krisis 2008 ini, khususnya satu minggu lalu, kita dihebohkan dengan ambruknya bursa-bursa saham di dunia baik di Asia, Eropa, Amerika Latin dan di AS sendiri sebagai negara sumber krisis. Pasar saham mengalami kepanikan yang luar biasa.

Saham-saham Wall Street ambruk hingga titik terendahnya sejak peristiwa 11/9 itu. Bahkan kepanikan di pasar saham sungguh parah hingga Indeks Dow Jones akhirnya turun di bawah level 10.000, yang terburuk sejak 4 tahun terakhir. Bahkan setelah DPR AS memberikan persetujuan bailout besar-besaran untuk penyelamatan hingga US$ 700 miliar, membuat investor trauma dan membuat saham-saham semakin rontok. (detik.com)

Bursa-bursa Eropa pun berjatuhan. Bursa London terpangkas hingga 7% setelah pemerintahnya mengumumkan rencana bailout untuk menyelamatkan bank-banknya dengan paket penyelamatan yang mencapai 50 miliar poundsterling (± US$ 99 miliar). Frankfurt dan Paris merosot lebih dari 6%. Indeks saham Rusia bahkan lebih parah, dengan penurunan hingga 15% sehingga otoritas bursa memutuskan untuk menghentikan sementara perdagangan saham.

Bursa-bursa regional juga ikut melemah 3-6% terjadi di Tokyo, Hong Kong, Seoul, Shanghai, dan Mumbai. Bursa di Asia ini mencapai level terburuknya dalam dua dekade terakhir.

Beralih ke Amerika Latin, seperti halnya penutupan bursa yang terjadi di Rusia, bursa di Brasil dan Peru bahkan harus dihentikan sementara karena kemerosotan yang tajam.

Tak terkecuali di Indonesia, otoritas BEI (Bursa Efek Indonesia) juga sempat harus menghentikan sementara perdagangan saham setelah IHSG rontok lebih dari 10%. Kejadian ini adalah pertama kali dalam sejarah di Indonesia. Dulu BEI sempat ditutup pada 13 September 2000, namun bukan karena guncangan ekonomi seperti ini, tetapi karena force majeur akibat peledakan bom.

Traksaksi jual beli saham yang umumnya dilakukan di dunia, walaupun bisa dirumuskan secara matematik, dirasionalisasi, dibuat tren bahkan dimodelkan, tetap saja tidak bisa terhindar dari aspek spekulatif.

Joseph Stiglitz, peraih Noble Ekonomi sekaligus tokoh dan pakar ekonomi AS yang paling getol mengkritik kebijakan ekonomi AS khususnya setelah dipimpin Bush, juga telah dengan gamblang menuliskan hal itu melalui buku yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia “Dekade Keserakahan”.

Rentannya spekulasi itu juga diakui oleh pakar-pakar bursa saham di dunia. Saking parahnya, perdagangan saham digambarkan tidak lebih dari sekedar arena kasino yang penuh dengan aktivitas perjudian. Spekulasi itulah dulu yang mengambrukkan pasar saham AS pada tahun 1929 yang menimbulkan depresi besar- besaran selama kurang lebih 10 tahun yang kini terulang lagi.

Di dalam syariah, aktivitas yang memiliki unsur-unsur spekulatif dikenal dengan istilah maisir. Ekonomi yang berbasis syariah, adalah ekonomi yang terproteksi dari maisir.

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan maisir. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya" [Al-Baqarah : 219)]

Bahkan maisir dikategorikan sebagai perbuatan setan dan disejajarkan dengan perbuatan dosa besar lainnya seperti syirik dan khamr (hal yang memabukkan):

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. [Al-Maidah : 90]
Ekonomi Syariah bukanlah ekonomi yang tidak up do date dan tidak mengenal saham, namun ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang memproteksi dirinya dari unsur maisir. Di dunia, termasuk di Indonesia telah dikembangkan saham-saham ber-basis syariah atau yang dikenal dengan istilah islamic index. Pada kesempatan yang lain, mudah-mudahan bisa dibahas dalam blog ini.